Timeless good bye halcyon days

timeless goodbye copy copy

Jong-in mengusap matanya dengan wajahnya yang ,masih terlihat mengantuk berjalan menuruni tangga. Rambutnya yang berantakan dan wajah yang kusut terlihat seperti anak kecil yang masih ingin tidur hingga siang. Jin-ah yang menyadari kedatangan pria itu mulai memaksa sandwich masuk kedalam mulutnya dan memenuhi rongga mulutnya . Hyuk jae yang melihat kelakukan Jin-ah, terlihat kebingungan dengan sifat adiknya yang tidak wajar.

“pelan-pelan. . . kau mau mati tersedak?” ujar Hyuk jae pada Jin-ah yang masih tak digubris oleh gadis itu.

Sangat penting bagi gadis itu untuk mejauh dari pria bernama Kim Jong in itu saat ini. terlebih hari libur yang membuatnya mengutuki halnya. Melihat wajah pria itu saja membuatnya ingin mengubur diri dalam-dalam. Kejadian memalukan diri sendiri dihadapan pria itu sudah terjadi dua kali dan hal itu membuat Jin-ah hampir gila karna malu. Bukan tidak mungkin dia bisa mempermalukan diri sendiri lebih parah didepan pria itu.

“ kau sudah bangun ternyata.” Ujar Hyuk jae pada Jong-in yang mulai berjalan mendekat kearah lemari es. Pria itu bahkan sudah terlihat seperti anggota rumah ini, bukan lagi terlihat seperti tamu. Mata mereka saling bertemu seklias sebelum akhirnya keduannya mengacuhkan satu sama lain.

Ada yang berbeda dengan pria itu, dia terlihat tidak ramah pagi ini. jadi apa yang sedang dia rencanakan?

“ ku pinjam mobilmu hari ini.” ujar Jong-in sebelum menenggak botol air mineral yang ia pegang. Tepat sesuai dugaan Jin-ah, pria itu merencanakan sesuatu.

“kau mau kemana?” ujar Hyuk jae sambil mengangkat cangkir kopi yang masih terlihat mengepul.

“ Luhan.”

Ucapan Jong-in barusan membuat mata Jin-ah terbelakak kaget dan langsung mendongak kearah Jong-in dengan tatapan penuh tanya dan menuntut jawaban, begitu juga Hyuk jae yang hampir tersedak kopinya sendiri hingga dia harus memuntahkan kembali kopi yang sudah ada dimulutnya kedalam cangkir. Apa maksud pria itu? dia sedang memancingnya? Jadi Luhan itu masih hidup?

“Yak. Yak. Yak. Ada Jin-ah disini.  . . kau ini.” dengus Hyuk jae yang langsung mendapat cengkraman dan tatapan tajam dari Jin-ah. Dan seketika membuat Hyuk jae panik.

“kau mengenal Luhan itu Oppa? Nugu? Dia benar-benar ada hubungannya dengan ku?”

Jong-in hanya menatap Jin-ah tanpa ekspresi dan Hyuk jae yang menuntut Jong-in agar membantunya dengan tatapan memelas namun nihil, pria itu bahkan tak mau repot-repot mengalihkan tatapannya dari wajah Jin-ah.

“bukan begitu. . . harus kujelaskan dari mana? Aish. . . yak!”

Keduanya saling menatap tajam hingga beberapa waktu yang cukup lama, Hyuk jae hanya yang tak bisa berbuat banyak hanya bisa menahan diri ditengah ke frustasiannya, sebelum akhirnya suara klason mobil yang membuat Jong-in mengalihkan tatapannya.

“pacarmu datang” ujar Jong-in sambil menghempaskan tubuhnya dikursi. Wajahnya terlihat dingin dan tak bersahabat sama sekali. Jin-ah tak habis fikir tentang apa yang dilakukan pria itu pagi ini. apa sebenarnya yang ada diotaknya.

“ Baekhyun? Kau memanggilnya?” Jin-ah terlihat geram, tangannya terkepal sempurna seolah ingin sekali meninju pria yang duduk di seberang mejanya berkali-kali.

“ Aku sedang tak mau kau mengikutiku hari ini. Dan lagi pula kau sedang tak ingin melihatku bukan? Akan sangat menguntungkan jika kau kencan dengannya.”

“ YAK! Kim Jong-in!” jerit Jin-ah sambil mengebrak meja. Dia sudah cukup kesal kali ini. pria itu benar-benar mencampuri hidupnya dan dengan seenaknya merusak semuanya.

“ berteriaklah sesukamu.” Ujar Jong-in sambil menaruh botol mineral yang sudah penyok diatas meja. Sepertinya namja itu mencengkramnya kuat-kuat hingga  botol itu sekarang tak berbentuk.

****

“Jinnie. . . gwaenchana?” tanya Bakhyun yang sejak tadi melihat wajah Jin-ah yang sama sekali tidak seperti biasanya.

Wajahnya penuh rasa kesal dan seolah ingin mengamuk detik itu juga. Baekhyun yang tidak mendapat jawaban, menepikan kendaraannya lalu menghentikan mobilnya dan membuat Jin-ah akhirnya menatap Baekhyun.

“kenapa berhenti?” tanya Jin-ah. Gadis itu terlihat tidak fokus, wajahnya seolah ingin menangis membuat Baekhyun mencengkram kemudinya dengan erat.

“ kau bisa memukulku jika itu membuatmu tenang.” Ujar Baekhyun sambil menatap Jin-ah penuh kecemasan. Ini kali pertama Jin-ah mengajaknya pergi dan kali pertama pula melihat wajah gadisnya seperti ini. Dan itu membuatnya kesal.

Tiba-tiba gadis itu menjerit, mengeluarkan semua yang sejak tadi mengganjalnya, dia bahkan tak berhenti menangis. Sedangkan Baekhyun hanya bisa mengretakkan gigi sambil meringkuh tubuh Jin-ah yang berguncang hebat dan suara isakan yang memenuhi seluruh sudut mobil.

****

Hyuk jae berjalan kearah Jong-in yang duduk dibalkon rumah menumpukan sikunya dan menumpuk tangannya dengan wajah yang mendongak menatap rumah-rumah yang sebenarnya tidak telalu indah untuk ditatap. Namja itu tetap diam tak peduli, hingga pria itu sendiri yang berinisiatif duduk disamping Jong-in.

“ kau bersifat seolah kau ini pemilik rumah dan aku hanya seorang tamu.” Ujar Hyuk jae dengan tangan yang menyangga tubuhnya dan mendongak menatap langit yang begitu cerah.

Tapi tidak dengan  Jong-in, namja itu terlihat sangat frustasi. Walaupun sebenarnya dia paling hebat dalam menyembunyikan hal itu.

“sebernarnya apa maksudmu tadi?” pancingan untuk sebuah jawaban. Entah mengapa, dia merasa sebagai penggangu disini karna memang semuanya tidak ada hubungannya dengan dirinya.

“dia pasti sedang menangis, gadis itu. . .” kata-kata itu bahkan terdengar seperti orang yang tercekik. Menyiksa dirinya sendiri?Bukankah itu tipe orang yang unik?

“kau tahu hal itu akan membuat adikku menangis, tapi kau tetap melakukannya?” ujar Hyuk jae yang masih terdengar tenang tanpa emosi sedikitpun.

“sedikit saja, aku ingin lebih lama dengannya. Walaupun harus membuatnya menangis.” Suaranya makin terdengar frustasi, dan sangat tertekan.

“itu sangat egois.”

“aku tahu. . .” gumam Jong-in yang akhirnya merasa bosan dan berbaring menatap langit dengan cahaya yang langsung menusuk retinanya.

“pagi-pagi sudah membuat masalah.” Ujar Hyuk jae yang malah tersenyum dan melepaskan tatapannya dari langit biru. Keduanya terdiam tanpa mengatakan apapun seolah sedang berpikir apa yang akan dia tanyakan kembali

“Hyung. . . “ panggil Jong-in

“Hm?”

“ dalam waktu dekat, Jin-ah akan melihat ku yang sedang sekarat bukan? Tolong bantu dia.Kurasa dia. . .”

“dia akan sangat kacau. “ potong Hyuk jae lalu menoleh dan menujukan senyumannya kearah Jong-in.

“ kau tahu aku tak bisa berbuat banyak tentang itu. aku salau kalah terhadap Jin-ah. Jadi aku akan mengutukmu jika kau menghilang.” Ujar pria itu sambil menujukan senyum gusinya.

“wah. . . kutukan seorang Lee Hyuk jae akan seperti apa?” kekeh Jong-in. Hyuk jae ikut berbaring dan menjadikan lengannya sabagai bantal. Lagi-lagi hanya keheningan.

Benar, cepat atau lambat Jin-ah akan melihat Jong-in yang sedang sekarat. Tak peduli seperti apa, gadis itu pasti melihatnya dan entah apa yang akan terjadi jika itu terjadi. Bagaimana perasaan gadis itu, betapa kagetnya gadis itu, dan bagaimana nantinya gadis itu belum bisa ia tebak sekarang. Dan hal itu membuatnya sangat tidak tenang.

“hei adik ipar,  bagaimana hidupku dimasa depan? Siapa istriku?” ujar Hyuk jae tiba-tiba yang membuyarkan keheningan.

“ mana ku tahu.” dengus Jong-in. Pertanyaan apa itu? dia berniat merubah apa?

“ aku sudah menganggapmu adik iparku, tapi kau masih saja egois.” Kekeh Hyukjae yang terlihat sangat tak peduli dengan pertanyaan yang baru saja terlontar.

“Jangan diam saja. Bergeraklah sedikit lebih cepat maka kau akan cepat punya anak.” Ujar Jong-in sambil tersenyum dan membuat Hyuk jae bersemangat dan langsung tertarik dengan ucapan Jong-in dan dengan antusias dia memiringakan tubuhnya dan menatap Jong-in dengan mata berbinar-benar

“dengan siapa?” pria itu seolah sangat bahagia hingga ingin berteriak sekeras-kerasnya saking senangnya. Jong-in menoleh dengan senyuman  yang juga terpancar dari wajahnya yang membuat senyum Hyuk jae kendur, sangat mudah bagi Hyuk jae bahwa akan terjadi sesuatu yang membuatnya kaget kali ini.

“orang yang ada didekatmu ini. . “

Seketika itu pula Hyuk jae bangkit dan langsung berdiri. Tangannya bersilang didepan dada seolah sedang melindungi sesuatu. Dan wajah yang sangat panik itu membuat Jong-in ingin sekali tertawa lepas.

“YAK! KAU INI HOMO HAH?!”

****

Baekhyun berlari kecil dengan tangan yang memegang gelas Americano dan Chapuchino. Langkahnya melambat saat melihat Jin-ah yang terduduk dengan senyum yang mengembang diwajahnya, sesekali anak yang berlari disekitarnya menarik perhatian Jin-ah dan berusaha membuat Jin-ah mau bermain dengannya.

Gadis itu masih sakit, pikir Baekhyun. Bukan sakit karna fisik, namun jiwanya.Setidaknya sebagai dokter spesialis anak dia tahu, karna di matanya, Jin-ah adalah anak kecil.Gadis itu selalu senang bila berada disekitar anak-anak kecil. Itulah sebabnya dia paling sering mangajak Jin-ah datang di tempat rehabilitasi anak-anak pengidap kanker.

“ hei . .  jangan berlari.” Ujar Jin-ah memperingatkan seorang gadis yang berlari dengan boneka yang ada ditangannya. Baekhyun yang sudah berdiri disamping Jin-ah hanya tersenyum, pria itu menyerahkan dua gelas kopi itu kearah Jin-ah.

“Hwang Chae rim. . .” ujar Baekhyun sambil menyunggingkan senyuman dan jari telunjuknya yang bergerak kekanan dan kekiri memperingatkan.

“ Oppa!” seru gadis kecil itu yang malah berlari kearah Baekhyun dan mengulurkan tangannya.

“ sudah kubilang jangan berlari. Coba lihat lidahmu. . .” ujar Baekhyun sambil berjongkok didepan gadis itu dan memegangi dagu gadis kecil itu yang sedang menujukan lidahnya.

“oppa itu apa?” Sambil menunjuk kearah gelas yang ada ditangan Jin-ah. Dengan mulut yang masih terbuka dan lidah masih menjulur, gadis kecil itu mengajukan pertanyaan.

“ obat pahit untuk Eonnie~mu. . .” ujar Baekhyun sambil mengusap pucuk kepala gadis kecil itu setelah dirasa cukup memeriksa keadaan anak itu.

“memangnya aku sakit apa?!” dengus Jin-ah sambil menatap Baekhyun penuh tuntutan. Namja itu mengambil Americano dari tangan Jin-ah lalu duduk disampingnya.

“ sakit jiwa.”

“ aku tidak gila Hyunnie . . .” dengus Jin-ah, bisa dibilang terdengar seperti gumaman. Dan membuat Baekhyun tersenyum lebih lebar

“ wah sembuh dengan cepat. Aigoo. . .” ujar Baekhyun sambil mengacak acak rambut dengan semangat.

“Yak!”

Baekhyun hanya tersenyum melihat wajah Jin-ah yang terlihat kesal, gadis itu mudah sekali kehilangan mood dan mudah kembali lagi seperti sedia kala. Mudah membedakannya, gadis itu akan sangat sungkan untuk tertawa atau tersenyum jika moodnya benar-benar buruk. Dan ekspresi yang akan ditunjukan adalah datar, benar-benar kaku seperti kau bicara dengan sebuah boneka cantik.

Bakhyun menumpukan kedua sikunya di ujung lututnya dan menatap tenang kearah anak-anak yang bergerombol karna kerterbatasan mereka, dan sebenarnya dari jauh mereka sedang dipantau satu-satu oleh para suster.

“ kurasa tadi bukan suara kakakmu. Nuguya?” ujar Baekhyun membuka sesi pembicaraan. Jin-ah yang mengetahui arah pembicaraan pria itu hanya menghela nafas sambil mengangkat gelas Capuchinonya.

“ orang yang berhubungan dengan masa laluku. Dia ada karna ingin aku mengingatnya, sepertinya aku hilang ingatan.” Gumam Jin-ah.

“ kau kan memang pikun.” Ledek Baekhyun sambil menyedot americano yang ada didalam gelasnya.

“ jangan meledekku . . . aku ini memang benar-benar hilang ingatan. Aku bahkan sama sekali tak ingat bagaimana kehidupanku waktu aku sekolah dulu. Siapa temanku dan apa yang aku lakukan, aku tak bisa mengingatnya. dan aku baru menyadarinya” dengus Jin-ah yang masih tetap tak mau menatap Baekhyun.

“seperti apa dia?” tanya Baekhyun

“ susah.”

“ne?”

“ sangat sulit untuk menjabarkannya. Yang jelas dia menyebalkan” ujar Jin-ah enggan. Entah mengapa, dia sedang tak ingin membicarakan Jong-in didepan Baekhyun. Seperti ada sesuatu yang melarangnya.

“ jadi ku ambil kesimpulan bahwa dia sangat jelek.” Ujar pria itu dengan bangga.

“ wah, kau ini profesor darimana? Sangat jenius sekali.” Kekeh Jin-ah.

Seorang anak kecil berjalan kearah Jin-ah dan berusaha meraih gelas Capuchino dari tangan Jin-ah, gadis itu menyodorkannya dan membiarkan anak itu mencicipinya lalu kembali berlari kearah teman-temannya yang lain.

Ada yang salah, entah mengapa bersama Baekhyun saat ini membuatnya tidak nyaman. Dan yang paling penting firasat buruk yang sedang menyelimutinya membuatnya merasakan kewaspadaan tingkat tinggi.

“Wae? Kau terlihat kesal?”

“berhenti memancingku.” Baekhyun ersenyum sambil meletakan tangannya di atas kepala Jin-ah. Pria itu sedikit lebih tahu tentang gadis itu, terutama ekspresinya yang sangat mudah ditebak.

“ ada yang kau sembunyikan?”

“ ada” gadis itu bahkan tak mau repot-repot menyembunyikannya dan membuat Baekhyun merasa belum siap menerima apa yang akan dikatakan gadis itu padanya.

“mwoya?”

Baekhyun berusaha setenang dan senormal mungkin. Terlihat Jin-ah yang enggan mengatakan sesuatu dan berkali-kali menarik nafas dalam-dalam. Tatapannya tak fokus, seolah sedang memikirkan sesuatu.

“ Oppa bilang, dia suamiku. Akhir-akhir ini aku sangat sering bermimpi buruk, dan banyak orang yang tak aku kenal ada di mimpi itu. Namun oppa mengenalinya, Eun-ji juga.” Ujar Jin-ah akhirnya setelah sekian menit menimbang-nimbang apa yang akan dia katakan.

“kenapa kau tak tanyakan pada Eun-ji?”

“dia kabur, seolah tak mau memberi tahu.” Wajah gadis itu sekarang terlihat kesal dan sangat frustasi. Jadi apakah hal ini yang membuatnya menangis tadi?

“ kalau dia suamimu?”

“ molla. . .”

“ aku akan merebutmu darinya.” Ujar Baekhyun lantang yang terdengar tak bisa diganggu gugat dan membuat Jin-ah sontak menoleh dan mendapati wajah serius pria itu, walaupun sebenarnya sama saja.

“wah mulutmu itu.” ujar Jin-ah yang sedikit salah tingkah.

“ aku serius, aku benar-benar akan merebutmu darinya, jika dia memang benar suamimu. Bisa kau pikirkan sendiri bukan? Jika dia tahu kau hilang ingatan, kenapa dia baru muncul saat ini?  Mengapa dia tak datang sejak kau hilang ingatan? Jika dia suamimu harusnya dia ada disampingmu kan? Manamungkin aku membiarkanmu hidup dengan orang seperti itu?” ujar Baekhyun yang terdengar bukan ucapan kosong semata. Dan membuat Jin-ah sedikit bersalah.

“kau sedang berlagak romantis?” ujar Jin-ah berusaha mencairkan suasana. Baekhyun menoleh dan tersenyum dengan sedikit mengangkat sebelah alisnya.

“kau selalu saja seperti itu. menolak romantisme”

“aku menyukainya.” Elak Jin-ah sambil kembali menyedot isi gelas yang ada ditangannya

“aku pun begitu.”

“ Sangat menyukainya hingga jantungku terasa sesak.”

***

Baekhyun menghentikan mobilnya tepat didepan rumah Jin-ah dengan memasang senyum bahagia yang membuat Jin-ah kebingungan. Sedangkan Jin-ah akan kembali terjebak dengan perang dingin antara dirinya sendiri dan Jong-in. Dia benar-benar enggan untuk sekedar melangkah turun dari mobil, namun itupun juga beresiko, dia tak mau Baekhyun tahu bahwa ada pria lain selain kakaknya di rumahnya.

“wae? Kau bahagia sekali.” Tanya Jin-ah penasaran. Pria itu bahkan terlihat seperti orang gila dengan sesekali bersendawa.

“memang, kau tahu? Ini jarang sekali, kurasa kita semakin mendekat.”

Pria itu benar-benar seperti gadis remaja yang sangat mencintai kekaksihnya dan sangat bahagia bisa berkencan dengannya. Sedangkan Jin-ah malah sebaliknya, gadis itu merasa dirinya sangat jauh dari Baekhyun, semakin lama semakin ada sesuatu yang aneh yang tak mengizinkannya berdekatan dengan Baekhyun dan hal itu hanya membuat Jin-ah tersenyum miris.

“aku masuk dulu, hati-hati dijalan. Kubunuh kau jika ku dengar kau mengalami kecelakaan.” Ancam gadis itusambil melepasakan sabuk pengaman yang mengekang tubuhnya lalu bergegas membuka pintu mobil.

Anehnya Baekhyun ikut turun dari mobil lalu berhenti dan berdiri bersandar di mobilnya. Dengan kaki yang terjalin dan tangannya yang terbenam didalam saku celananya.

“Jinnie. . .” seru Baekhyun saat Jin-ah sudah setengah jalan.

Gadis itu berjalan sangat lambat seolah tak ingin lepas dari Baekhyun dan itu yang Baekhyun tangkap dari gelagat Jin-ah. Tapi  sanyangnya bukan itu alasannya, dia begitu karna pria yang bisa saja menyambutnya didepan pintu atau menatapnya tajam dari dapur, dan itu benar-benar membuatnya tak tenang.

“ne?”

“ sampai jumpa besok . .” ujar pria itu dengan senyum yang makin mengembang diwajahnya. Jin-ah terlihat kebingungan dan menuntut jawaban.

“apa kau akan menjemputku? Bukankah kau harus ke rumah sakit?” tanya Jin-ah beruntun pada pria itu. Baekhyun berdiri tegak dan berjalan perlahan kearah Jin-ah, tangannya masih terbenam disaku celananya dan dengan senyum yang masih tersungging dibibir tipisnya itu.

“ bukankah kau ada praktek dirumah sakit tempatku bekerja?pelatihan bukan?” ujar pria itu tepat saat berhenti didepan gadis itu dan membuat gadis itu  mendongak dengan wajah bahagianya. Hal itu lagi-lagi membuat Baekhyun salah paham, karna yang dia baca diwajah Jin-ah adalah kebahagiaan gadis itu yang kembali bertemu dengannya.

“ Jinnja?! Tanggal berapa ini?!”

“ 19. . . april?” Ujar Baekhyun dengan pura-pura menerawang dengan memasang wajah menyebalkandan lirikan matanya sanga benar-benar sangat menyebalkan.

“ Besok?! Huaaa. . .”

Seru Jin-ah sambil menghambur kearah Baekhyun dan memeluk pria itu, meloncat-loncat kegirangan dengan senyuman kebahagiaan. Bagi Jin-ah ini lah yang ia tunggu-tunggu, tak peduli dia pernah meledakan Lab, atau mengacau dikelas, tapi dia benar-benar menunggu saat ini. dia sangat menantikan bagaimana rasanya membantu seseorang untuk melahirkan.

“ibu hamil sangat sulit di tangani loh. . .” senyum itu bahkan tak mau lepas dari wajah Jin-ah, sekalipun Baekhyun  menarik hidung gadis itu. biasanya Jin-ah akan sangat marah jika Baekhyun sudah mulai menarik hidungnya.

“ aku akan melihat bayi lahir!” seru gadis itu yang kembali mengeratkan lengannya di perut Baekhyun. Pria itu hanya tersenyum sambil menyandarkan dagunya dipucuk kepala gadis itu dan itu melingkarkan lengannya di pundak gadis itu dan menariknya lebih dalam lagi.

“Jinnie ku bahagia sekali. . . aigoo” ujar Baekhyun sambil mengangkat tubuh Jin-ah dan menatap manik mata gadis itu.

“yak bacon, kita berangkat bersama?”  Entah itu sebuah pertanyaan atau permintaan, namun di telinga Baekhyun lebih terdengar seperti sebuah pertanyaan yang memohon.

“kau akan telat jika berangkat bersamaku, aku sedikit lebih siang besok. Mau kuantar?”

“ani, gwaenchana! Aku akan minta oppa mengantarku.” Gadis itu benar-benar senang, senyumnya terus mengembang diwajahnya seolah tak akan bisa tidur di malam harinya.

“ kita pulang bersama besok hm?” Ujar Baekhyun yang di jawab dengan anggukan kepala dan sederet gigi yang ditunjukan gadis itu.

“dan satu lagi. . .”

Pria itu menarik bahu Jin-ah dan mengecup bibir gadis itu dan membuatnya membeku ditempat dengan tampang datar tanpa ekspresi, dan hal itu membuat Baekhyun terkekeh geli. Pria itu mengacak-acak pucuk kepala Jin-ah dengan senyuman  yang tersungging diwajahnya.

“ ku harap  kau tidur nyenyak malam ini, jaljayo. . . Jinnie” ujar Baekhyun sambil berlari kecil kearah mobilnya.

Bahkan saat pria itu sudah duduk dikursi pengemudi, gadis itu masih tetap diposisi yang sama yang membuat Baekhyun merasakan kepuasan tersendiri. Ini yang pertama kali sejak Jin-ah menjadi kekasihnya, dan itu membuatnya sangat bahagia. Hingga mobil Baekhyun menghilangpun Jin-ah masih berdiri didepan rumah, hingga beberapa menit kemudain dia tersadar dan hanya bisa menghela nafas. Seolah ada sesuatu yang terenggut dan membuatnya sangat menyesal.

Gadis itu baru saja membalik tubuhnya ketika matanya bertemu dengan manik mata yang menatapnya tajam dari balkon rumah. Mata pria itu menggelap seolah itu adalah lubang hitam yang akan menyedotmu kedalamnya. Dan pada akhirnya membuat gadis itu membeku ditempat.

Mereka tek bergeming sama sekali. Entah bagaimana bisa Jin-ah sangat merasa bersalah dan entah apa yang akan dia katakan untuk mempertahankan diri jika pria itu menyerangnya dengan ribuan kata-kata. Bahkan matanya sekarang memanas seolah ingin menangis. Bagaimana bisa ini begitu menyakitkan.

Tiba-tiba saja Jong-in berbalik dan berjalan menghindari tatapan Jin-ah, lalu menghilang dari pandangan Jin-ah. gadis itu bahkan masih tak bisa menarik nafas dengan benar. Seolah nafasnya tersengkal dan tentu saja membuatnya sakit kepala. Dengan ragu, gadis itu perlahan menapakan kakinya menuju pintu rumahnya. Untuk melangkah saja, hal itu membuatnya ketakutan. Dia benar tak mau melihat pria itu, seolah dia yang memiliki dosa besar yang tak termaafkan.

Tangannya bahkan gemetar saat berusaha memasukan kode pintu rumah. Menarik nafas dalam-dalam pun tak bisa menahan ketakutannya. Pria itu tak ada, tak melihatyna sejauh ini. dengan tangan yang gemetaran dia bergegas melepas sepatunya, keringat dingin mengucur dari punggungnya. Dia benar-benar ketakutan karna alasan konyol.

Dan pada saat gadis itu berbalik, tiba-tiba Jong-in sudah berdiri dibelakanganya dan langsung membenturkan tubuh Jin-ah ditembok dengan tangan yang mencengkram bahu gadis itu erat. Terlihat raut kemarahan, frustasi, dan lelah menjadi satu diwajah pria itu yang membuat bibir gaids itu kelu tak bisa membuka untuk berbicara.

“ inikah balas dendammu? Tepat sesuai dengan keinginanmu Ah~ya. . . kau benar-benar berhasil membalasku.”

“Jong-in. . .tunggu se . “

“aku tak perlu menunggu bukan? Kau bisa melakukannya didepanku”

“ lalu nbagaimana dengan mu? KENAPA KAU BARU MUNCUL?! JIKA KAU BENAR-BENAR MECINTAIKU KENAPA KAU BARU MUNCUL DIDEPANKU SEKARANG! MENGAPA KAU TAK MUNCUL SAAT AKU HILANG INGATAN HAH?!” suara Jin-ah bahkan masih terdengar gemetar saatberteriak seperti itu. dan hal itu membuatnya Jong-in membeku.

“wae? Kau tak bisa membalas. . .”

Ucapan gadis itu tercekat saat tiba-tiba Jong-in membungkam bibir gadis itu dengan bibirnya. Jong-in  menarik tengkuk gadis itu mendekat, menumpahkan rasa putus asa dan frustrasinya dalam ciuman mereka. menarik pinggang gadis itu dengan tangan kanannya dan menciumnya dalam satu tarikan nafas, membuat tubuh gadis itu terdorong ke belakang dan bertahan hanya dengan pegangan dari tangan pria itu saja. merasakan lidah pria itu menyentuh permukaan bibirnya, membuatnya tanpa sadar memberi celah pada bibirnya sehingga lidah pria itu bisa menelusup masuk dan menyentuh seluruh isi mulut gadis itu. mengangkat tubuh gadis itu hingga kakinya tak menyntuh lantai dan terus memperdalam ciuman mereka yang terasa sangat buru-bur dan juga hati-hati.

Pria itu melepaskan tautan bibir mereka dengan nafas yang memburu satu sama lain. Wajah pria itu bahkan terlihat hampir menangis. Dia hanya bisa menyandarkan kepalanya dibahu Jin-ah dan mencium aroma tubuh gadis itu dari relung lehernya. Dan tanpa sadar air matanya sudah meluncur membasahi bahu gadis itu.

“bukan karna tak mau, aku tak bisa. Dan saat aku sadar, yang kulihat kau yang tertidur dengan gaun putih dan senyum yang membuatku ingin mengeluarkanmu dari peti itu.”

“mengingatmu saja, sudah membuatku mati sesak dan mati gila karna merindukanmu.”

“mian. . .”

****

“Jinnie. . . ireona” terdengar suara yang mengusik tidur gadis itu, suara yang lembut dan makin membuatnya mengantuk. Suara yang terdengar seperti nyanyian yang membuatk gadis itu benar-benar enggan untuk membuka matanya.

“ Hei, kau tak merindukanku? Ppalli ireona. . .” ujar suara itu lagi, kali ini dengan sentuhan lembut tangannya yang mengangkat tengkuk gadis itu dan memaksanya untuk bangun. Dan terang saja membuat Jin-ah akhirnya membuka matanya dengan perlahan.

Retinanya belum bisa menerima sinar yang langsung menusuk matanya saat dia perlahan membuka mata. Sedikit menerjap-nerjap memulihkan penglihatannya.

“ Gwaenchana?” suara itu seketika membuat matanya pulih dan langsung terperangah saat melihat sosok disampingnya itu.

Pria itu tersenyum manis dengan tangan yang masih berada dipucuk kepala gadis itu. dia terlihat sangat menawan dan bersinar dengan balutan baju serba putih. Jin-ah sedikit terlambat mengenali pria didepannya, pria yang bahkan tak ada diingatannya namun selalu ada dimimpinya. Pria yang selalu tersenyum ramah pada siapapun. Wajahnya yang mungkin bisa membuat sebagian wanita iri karna kecantikannya.

Dengan perlahan Jin-ah mengangkat tangannya dan menyentuhkannya diwajah pria itu, menikmati tekstur dan lekuk wajah pria itu yang membuatnya tanpa sadar menitikan air mata. Semuanya, semua ingatan itu memenuhi isi kepalanya. Seolah pria ini yang memberikan ingatan itu kembali  padanya, ingatan yang entah bagaimana bisa hilang darinya.

“ kau sangat jelek jika menangis. . .” ujar pria itu sambil mengusap air mata gadis itu.

Dan tanpa sadar Jin-ah sudah menghambur kepelukan pria itu. Menangis sejadinya dan meluapkan semuanya, semua beban yang seperti mengganjal diseluruh tubuh gadis itu. pria itu hanya bisa tersenyum sambil mengusap punggung gadis itu.

“ kau masih hidup. . .” ujar gadis itu disela tangisnya, mencengkram erat kemeja putih pria itu dan membiarkanya basahi akan air matanya. Mimpinya selama ini yang selalu tak menemui akhir seolah terjawab oleh pria ini. Dia hidup dihadapannya saat ini, berada dipelukannya.

“ kau sudah mengingatku? Sebut namaku kalau begitu “ ujar pria itu

“Luhan, Xi Luhan bodoh yang terjun kejurang!” ujar gadis itu yang masih tetap menangis.

“ hahahaha. . . kau masih saja seperti dulu, pemarah, pencemburu, dan mudah mengeluarkan apa yang ada dihatimu.” Tawanya terdengar sangat merdu , tangannya mengacak acak rambut gadis itu lalu menaruh dagunya dipucuk kepala gadis itu.

“ kau dan aku disini harus berkencan. Setidaknya itu yang ingin kulakukan terakhir kali bersamamu. Hm? Eotthe?”

Gadis itu mengedarkan pandangannya  kesekelilinganya yang dia ketahui itu adalah kamarnya. Bahkan dia baru menyadari bahawa di sedang mengenakan gaun putih satin dan rambut yang terjalin rapi di sisi kanan kepalanya dan tegerai di bahunya.

“ Kajja!”

“ tunggu! Aku bahkan belum”

“kau sudah rapi bukan? Tak perlu mandi menurutku, kajja!” ujar pria itu yang perlahan menyentuh punggung gadis itu dan membuatnya mengelinjang dan langsung menampis tangan pria itu.

“YAK! JANGAN PEGANG PUNGGUNGKU!” ujar gadis itu sambil melempar bantal kearah pria itu.

****

Gadis itu berteriak sejadi-jadinya ditengah kerumunan orang-orang yang berlalu lalang didepannya karna hanya satu hal. Pria itu, dia lagi-lagi melingkarkan lengannnya di pinggang Jin-ah yang membuat gadis itu menjerit. Jelas saja karna dia sangat tidak suka seseorang meyentuh punggungnya, terutama pinggang.

“ kenapa kau masih semarah itu hanya karna aku menyentuh punggungmu.” Ujar Luhan yang berlari menjauh dari gadis itu, bisa sangat fatal jika dia berada didekat gadis itu.

“ku bilang aku tak suka! Sialan kau!” acam gadis itu sambil menghenatkan kaki seolah akan mengejar pria itu dan membuat Luhan bersiap memasang kuda-kuda untuk lari.

“hahahaha . . . kau mau balas dendam Jinnie ku sayang?!” Ledek pria itu dengan ekspresi menyebalkan.

“Yak!” seru gadis itu sambil menarik lepas sepatunya dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

“Ya ya ya, kau bisa mengenai orang lain. . .” wajah pria itu terlihat panik kali ini, gadis itu sangat sulit diprediksi. Benar-benar kekanakan hingga mempersiapkan segala sesuatu dihadapannya dengan sangat mengerikan.

“ keakuratan lemaparanku hampir 98,2% bukan kah kau tahu itu!” ancam gadis itu sambil berulang kali mengayunkan sepatunya dan membuat Luhan ketakutan melindungi kepalanya.

“ astaga Jin-ah. . . kita sedang kencan bukan sedang bertarung di medan perang.” Ujar pria itu yang terdengar seperti permohonan anak kecil dengan memasang wajah memelas.

Dengan perlahan Jin-ah menurunkan sepatu yang ada ditangannya dan kembali memakainya. Luhan pun akhirnya berani mendekati Jin-ah yang sedang berusaha mengikat tali sepatunya.

“ kau mau permen kapas?” tawar Luhan sambil berjongkok didepan Jin-ah. dan entah memang karna setan yanga ada di diri Jin-ah belum hilang atau rasa belas dendam yang berlum tersampaikan, gadis itu  mendorong Luhan hingga terjengkang kebelakang lalu menarik hidung pria itu dan bergegas lari dari jangkauan pria itu.

“ satu sama . . . kali ini kau akan kalah!” seru Jin-ah sambil menjulurkan lidahnya dan memamerkan pantatnya dan membuat orang yang ada disekitarnya hanya menggeleng heran dengan senyuman yang tergambar diwajah mereka

“ kau. . . awas kau ya . .”  seru Luhan sambil berlari mengejar gadis itu.

****

“ huaaa lelahnya! Ini olahraga namanya!” ujar Luhan sambil  menjulurkan kakinya dan mendongak menatap langit. Sedangkan Jin-ah hanya tersenyum dengan menikmati Caphucinonya dan sesekali menjilat cream yang ada diatas gelasnya.

“ siapa suruh kau meledekku terus?!” ujar gadis itu sambil mengoleskan cream di hidung Luhan. Dan pria itu hanya diam tersenyum dan dengan matanya yang terpejam seolah benar-benar menikmati suasana yang ada disana.

Mereka sekarang terdampar di padang rumput yang berada di samping sungai Han. Udara yang menyenangkan, hangat dan juga cerah. Mentari mulai tenggelam perlahan dan menyiratkan cahaya merah yang memancar diantara kapas-kapas putih.

“ Kau keberkencan dengan Jong-in seperti ini juga?” ujar Luhan akhirnya membuka pembicaraan. Pria itu menarik lengan Jin-ah dan itu menyedot isi gelas yang ada ditangan gadis itu.

“ Ani. . .  dia mengajakku ke panti asuhan, kau lupa aku suka anak kecil ya?” kekeh  Jin-ah sambil menarik lengannya kembali sehingga yang tersisa hanya sebuah sedotan yang ada dimulut Luhan. Wajahnya yang terlihat tak bersalah dan kebingungan membuat Jin-ah ingin sekali menganggap pria didepannya ini wanita.

“ ah benar! Apa yang kalian lakukan?”

Senyum Jin-ah langsung meredup setelah mendengar pertanyaan dari Luhan. Gadis itu menenggak habis isi gelasnya dan menyisakan cream yang ada di bibir, dan membersihkannya dengan lidahnya.

“ Lupakan! Aku sedang tak mau membahas pria itu” gumam gadis itu sambil melempar gelas itu kearah tong sampah yang memang berada di dekat mereka.

Luhan menelengkan kepalanya dan menyangga wajahnya memperhatikan perubahan wajah gadis itu. sangat mudah untuk menebak apa yang sebenarnya terjadi.

“ jadi kau sedang bertengkar dengannya?” ujarnya yang masih menatap raut wajah gadis itu.

“ dia yang mulai”

“ ciuman?”

“ sudah kubilang jangan di bahas!” sungut gadis itu yang  mulai terlihat marah. Pria itu hanya tersenyum lalu menyandarkan tubuhnya di punggung kursi yang membuat kepalanya mendongak kearah langit yang mulai menggelap.

“ ah. .  kau membuat ku patah hati ” ujar pria itu sambil menutup matanya. Jin-ah yang mendengar ucapan pria itu hanya bisa mendesah. Entah apa yang harus dia lakukan sekarang, menjawab pria itu saja sangat sulit

“ benar kah?”

“hm.. sangat. Aku sangat hancur kali ini” ujar pria itu yang membuat Jin-ah hanya bisa menunduk.

Dia tahu tak seharusnya semuanya seperti ini.bukan, itulah kuasa tuhan yang membuat semuanya serumit ini. akan ada yang terluka diantara mereka, dan hal itu akan membuat rasa bersalah yang lebih besar dari apapun.

“ hei. . “ panggil Jin-ah. gadis itu berniat mengakhiri ini semua, tak peduli kalau dirinya lah yang terluka disini.

“hm?”

“ kita bertiga seolah terjebak oleh sesuatu. Dan kurasa ini sangat rumit.” Gumam Jin-ah, tangan gadis itu bergerak meremas tangannya sendiri. Ketidak tenangan yang melanda gadis itu sangat nyata.

“bukankah tak ada masalah diantara kita?” ujar Luhan enteng namun masih dengan posisinya.

“ada. Kalian. Kau dan Jong-in . . . apa kalian ini sunguh”

“ya aku sungguh menyukaimu. . . ani, aku mencintaimu.” Potong pria itu dan membuat Jin-ah kaget dan hanya bisa menatap pria yang sekarang tersenyum kearahnya. Mengumpat dalam hati kenapa pria itu masih saja bisa tersenyum.

“ Jong-in”

“diapun sama bukan?” pria itu kembali memotong ucapan gadis itu.

Yang pria itu pikirkan saat ini adalah, gadis didepannya itu sedang bergulat dengan hatinya sendiri. Semuanya membuatnya kebingungan dan menyakitkan hingga sulit mengatakan dengan kata-kata. Dan pria itu hanya mencoba membuat gadis itu bangkit dan meninggalkan itu semua, yang jika tidak, gadis itulah yang terluka.

“ kau tahu?”

“hm, dan itu sedikit menyebalkan.” Ujar Luhan sambil menaruh telapak tangannya dikepala Jin-ah dan yang tak ketinggalan adalah senyumannya.

“ lalu apa yang harus ku lakukan? Aku tak bisa memilih diantara kalian. Kalian berdua sangat. . .”

“memang tak ada yang bisa kau pilih, bukankah yang tersisa hanya Jong-in?”

“kau menyerah? Aku . . . “ gadis itu berhenti sejenak seolah sadang memikirkan apa yang akan dia ucapakan, sedangkan Luhan hanya bisa tersenyum dalam diam. Gadis ini benar-benar memikirkannya dengan ketakutan dan hingga membuat jiwanya terguncang.

“dengar, aku tak ingin kita berpisah karna masalah ini kau tahu? Aku akan mencari orang lain yang benar-benar kucintai. Tak boleh ada yang terluka disini, dan yang pantas hanya aku. Aku akan pergi dari kalian” Ujar gadis itu akhirnya dapat melanjutkan ucapannya.

Kening gadis itu berkerut saat melihat senyuman dan tawa kecil yang keluar dari pria itu.

“ kita tetap bersama. Kau dan Jong-in menyatu, dan aku pun menyatu dengan kalian. Keren bukan?” ujar Luhan yang langsung mendapat pukulan keras di lengannya dari Jin-ah. gadis itu benar-benar kesal kali ini.

“ jangan gunakan bahasa ambigu bodoh! Aku tak paham maksudmu!”

“ Wae? Kau mau aku menciummu?”

“ ku bunuh kau!” umpat gadis itu seketika sambil kembali mengangkat tangannya bersiap untuk memukul dan hanya dibalas dengan tawa kecil. Namun seketika itu pula semuanya hening, tak bersuara. Menunggu apa yang akan terlontar dari salah satu diantara mereka.

“Kau membunuhku pun aku tak akan mati. Aku memang sudah mati kan?” ujar Pria itu sambil berdiri memunggungi Jin-ah.

“ne?” seolah barusan yang menyentuh telinganya hanya gurauan atau mungkin dia yang salah dengar hingga perlu pengulangan dari pria itu

“ aku disini memberimu kekuatan. Aku sudah mati Jin-ah” ujar Pria itu lalu menoleh kearah Jin-ah yang terlihat sangat syok. Wajahnya memerah dangan mata yang berkaca-kaca. Pria itu tahu bahwa gadis itu sedang berusaha meyakinkan dirinya sendiri

“ kau gila?!” seru Jin-ah.

“ aku memang sudah mati. . . kau harus terima itu.”

“Hentikan.” Seru gadis itu sambil mengalihkan pandangannya dan masih berusaha agar air matanya tak jatuh membasahi pipinya.

“ Jin-ah dengarkan”

“Hentikan!” kali ini gadis itu benar-benar kehilangan kendalinya hingga berteriak sekeras yang dia bisa. Sebulir air mata meluncur melalui pipinya, dia masih tak bisa percaya dengan apa yang pria itu katakan. Mati? Lalu mengapa dia bisa melihat pria itu, bahkan menghabiskan waktu seharian penuh dengan pria itu.

Luhan mencengkram telapak tangan Jin-ah duduk dihadapan gadis itu.

“ dengarkan aku, kumohon” pinta pria itu. Jin-ah hanya menggelangkan kepalanya menolak apapun yang akan pria itu ucapkan.

“ hentikan. . . kau membuatku takut.”

“ aku sangat bersyukur kau masih hidup, kumohon hidup dengan tenang dan bahagia. Kau tak boleh menyalakan dirimu sendiri tentang apapun. Aku mati bukan karna mu, ini takdir. Bukankah tuhan sudah menentukannya?” ujar Luhan, sedangkan Jin-ah masih tetap menunduk berusaha tak mau mendengar apa yang pria itu ucapkan

“ dengar. Aku tak mati sepenuhnya Jin-ah, karna aku tidak sendiri waktu itu. dan aku bisa menitipkan hatiku. . .” pria itu mengangkat tangan Jin-ah dan meletakkannya di dada kiri gadis itu.

“ disini”

“ kau yang menerimanya, jadi hiduplah bahagia. Lagi pula kau ingin punya anak bukan? Aku tak peduli dengan Jong-in atau orang lain. Asal kau bahagia. Hm?” Jin-ah mencoba menatap pria itu walaupunterlihat samar, tapi dia bisa melihat senyuman yang tersungging diwajah pria itu, dan membuatnya tak bisa menahan tangisnya lebih lama lagi, semuanya meluncur keluar danngan ketakutannya. Tersedot keluar seolah ini belum ada apa-apannya dengan apa yang akan dia ketahui selanjutnya.

“ kau gila!” umpat Jin-ah disela tangisnya. Sedangkan Luhan hanyabisa tersenyum manatap Jin-ah yang masih tetap menangis.

“  berhentilah menangis, nanti air matamu habis . . .” ujar pria itu sambil mengusap air mata yang ada di pipi gadis itu dengan ibu jarinya, walaupun setelah itu Jin-ah menyingkirkan tangan Luhan dan menghapus air matanya sendiri dengan kasar.

“ mereka tak akan habis.”

“lalu kau mau menangis sampai kapan? Kemari. . .” pria itu menarik Jin-ah berdiri lalu memeluk gadis itu. meringkuh tubuh mungil gadis itudan menyandarkan gadunya dipucuk kepala gadis itu. menghirup sebanyak mungkin aroma tubuh gadis itu.

“ kabulkan saja satu permintaanku ini. kumohon hiduplah dengan bahagia, janji?” ujar pria itu setelah beberapa saat hingga gadis itu benar-benar berhenti menangis.

“kau akan pergi?”

“ itu yang harusnya kulakukan. Hei memelukmu tanpa gangguan ternyata nyaman juga” kekeh pria itu yang langsung mendapat hantam tepat diperutnya hingga membuat pria itu memiris kesakitan.

“ kau mesum!” dengus Jin-ah yang malah disambut dengan tawa renyah pria itu.

Luhan meletakan tangannya di atas kepala Jin-ah lalu mengacak-acak rambut gadis itu dengan semangatnya

“ jalja, Jinnie. Saranghae . . .” ujar pria itu dan detik berikutnya kelopak-kelopak cherry blosom berterbangan dan bersama perginya Luhan. Gadis itu mendongak menatap kelopak-kelopak bunga itu yang terbang membumbung kelangit dengan senyuman yang dia perlihatkan

“ Gomaweo. . .Oppa”

Satu pemikiran pada “Timeless good bye halcyon days

Tinggalkan komentar